Kepadanya, yang telah jauh meninggalkanmu, yang telah
menjadi patah hati terbaikmu, yang telah menjadi penyesalan terhebatmu, juga
telah bertitel sebagai mantan terindahmu.
Mungkin kamu hanya tak habis pikir, kenapa waktu itu ia
memutuskanmu. Kecewa, jelas. Marah, apalagi. Penasaran, tentu saja. Apalagi
ketika dia meninggalkanmu tanpa banyak kata-kata. Ternyata, rengekanmu tak
berarti banyak untuk menunda kepergiannya. Hanya saja beda dari yang lain, ia
pergi dengan begitu senyap dan sopan, meninggalkan kesan yang berbeda di
kepala.
Kau sebut dia bajingan...? Silakan. Kau sebut dia kurang
ajar...? Hakmu. Kau sebut dia tak berperasaan...? Mulutmu bebas mengatakan apa
saja. Tetapi, dia tetap saja orang baik di matamu, tak kurang dan tak lebih.
Sikapnya biasa saja dan tak pernah macam-macam padamu. Rasanya, tak ada jejak
dosa yang menapak di tubuhmu karena perlakuannya. Tak ada beban moral yang
ditinggalkannya semenjak hari kepergian itu datang. Sakit hatimu padanya hanya
manifestasi rasa sayang yang mungkin sudah terlanjur dalam, namun seketika saja
tercabut paksa. Siapa yang tak tahu rasanya...?
Bila memang ia tak baik, kenapa tidak kamu maafkan saja lalu
cari yang terbaik menurut versimu...? Oh tidak, ternyata bayangnya masih saja
menaungi kekosongan hatimu. Antara cinta dan benci, hanya ada selaput tipis
yang membatasi, kita sepakati saja itu rindu. Semenjak ia berlalu, belum ada
lagi tempat baru untuk hatimu mengadu.
Sebut saja pada dirimu, kurang baik apa aku...? Ya, boleh saja.
Kurang perhatian apa aku...? Oh, tentu saja. Kurang sayang apa aku...? Seperti
katamu, ya. Dan mungkin masih ada sejuta pertanyaan pembelaan diri lain yang
tentu saja menjadi hak setiap individu. Seperti yang biasa terjadi, kalau kita
semua jatuh miskin, siapa yang kira-kira pertama disalahkan...? Presiden,
kan...? Ya, itu hak prerogatif siapa saja.
Bila memang segala penilaian untuknya jadi negatif buatmu,
silakan saja. Itu hakmu. Maki-maki saja dalam hatimu, sepuasmu, mungkin
sebagian dunia juga harus tahu. Tapi ingat, itu takkan merubahmu untuk jadi
lebih baik, sedikitpun. Juga, bagaimana bila dunia ternyata tak peduli dan tak
berpihak padamu....? Tinggalah dirimu yang menyesali, hingga akhirnya diam, lalu
meratapi apa yang terjadi.
Sudahlah....!!!
Bisa jadi kamu baik, bisa jadi Ia pun baik. Tak ada yang berniat
buruk, begitupun tak ada sesuatu yang benar-benar buruk terjadi. Masih
melodrama yang biasa terjadi di kalangan remaja, tentu juga tak membuat bumi
menjadi kiamat serta-merta. Harimu masih berjalan, esokpun akan menanti.
Mentari dan senja pun masih datang berganti-ganti. Koreksilah dirimu,
barangkali. Terlalu banyak pembelaan diri, takkan pernah mendewasakan pribadi.
Mungkin semua ini karena memang tidak berimbang saja. Kamu tak
mampu mengimbanginya, begitupula Ia padamu. Kamu mungkin mampu membayangkan,
bagaimana suatu hubungan yang melaju menuju ke jenjang yang lebih tinggi namun
tak menemukan keseimbangan...?
Oleng....
Ya, mungkin begitu. Salah satu dari kalian akan memberatkan yang
lain. Frekuensi yang berbeda, yang selama ini terlalu lelah untuk dipaksakan,
pun mungkin saja belum menemukan jalan tengah terbaik yang diinginkan. Siapapun
akan berkorban, tentu saja, entah kamu ataupun dia untuk saling menemukan
jawaban itu. Bersikap mau mengalah itu memang penting, tapi terlalu sering
mengalah itu tentu saja menyakitkan...
Mungkin saja ini jalan terbaik. Pengalaman terhebat untuk
memperingatkan bahwa menjadi sosok yang apa adanya itu penting, tapi senantiasa
menjadi yang terbaik juga utama. Menjadi apa adanya, tetapi tak belajar apa-apa
tentu saja sebuah kebodohan. Tentu, secara harfiah, tak ada orang yang
benar-benar menerima ‘apa adanya’, bukan....? Cetak birunya, kamu mungkin telah
menjadi apa adanya karena anugerah Tuhan yang telah diberikan, tetapi tetap
saja kamu harus menjadi yang terbaik dalam versimu sendiri, belajar dan
berusaha untuk menambah level kemampuanmu, meraih mimpi dan tergetmu, pun
meningkatkan kedewasaan bersikapmu.
Dia baik, kamu pun baik. Hanya saja, kala itu mungkin tak
berimbang. Juga, yang dipaksakan tentu tak bagus, maka sejak ini kamu harus
mempersiapkan yang terbaik untuk kedatangan orang yang terbaik. Tersenyumlah,
lalu mulai perbaiki diri. Suatu saat, kamu harus mampu mengimbangi yang datang
nanti....
No comments:
Post a Comment