Lahir dari keruwetan dan kerumitan hidup, memacu saya untuk menjadi manusia yang lebih baik, lebih empatik, lebih bermanfaat, lebih toleran, lebih mengasihi, lebih sadar diri dan memberikan yang terbaik yang bisa diberikan. And here is my memoirs.
Friday, November 30, 2018
My December, the moment i was born
I get so god damn lonely and sad and filled with regrets some days. It overwhelms me as I’m sitting on the bus; watching the golden leaves from a window; a sudden burst of realisation in the middle of the night. I can’t help it and I can’t stop it. I’m alone as I’ve always been and sometimes it hurts…. but I’m learning to breathe deep through it and keep walking. I’m learning to make things nice for myself. To comfort my own heart when I wake up sad. To find small bits of friendship in a crowd full of strangers. To find a small moment of joy in a blue sky, in a trip somewhere not so far away, a long walk an early morning in December, or a handwritten letter to an old friend simply saying ”I thought of you. I hope you’re well.”
No one will come and save you. No one will come riding on a white horse and take all your worries away. You have to save yourself, little by little, day by day. Build yourself a home. Take care of your body. Find something to work on. Something that makes you excited, something you want to learn. Get yourself some books and learn them by heart. Get to know the author, where he grew up, what books he read himself. Take yourself out for dinner. Dress up for no one but you and simply feel nice. it’s a lovely feeling, to feel pretty. You don’t need anyone to confirm it.
I get so god damn lonely and sad and filled with regrets some days, but I’m learning to breathe deep through it and keep walking. I’m learning to make things nice for myself. Slowly building myself a home with things I like. Colors that calm me down, a plan to follow when things get dark, a few people I try to treat right, like I always do.
I'm learning.I’m learning to make things nice for myself. I’m learning to save myself.
I’m trying, as I always will.
M I U M O S A
Saturday, November 3, 2018
Surat Cinta untuk Mantan Terindah
Kepadanya, yang telah jauh meninggalkanmu, yang telah
menjadi patah hati terbaikmu, yang telah menjadi penyesalan terhebatmu, juga
telah bertitel sebagai mantan terindahmu.
Mungkin kamu hanya tak habis pikir, kenapa waktu itu ia
memutuskanmu. Kecewa, jelas. Marah, apalagi. Penasaran, tentu saja. Apalagi
ketika dia meninggalkanmu tanpa banyak kata-kata. Ternyata, rengekanmu tak
berarti banyak untuk menunda kepergiannya. Hanya saja beda dari yang lain, ia
pergi dengan begitu senyap dan sopan, meninggalkan kesan yang berbeda di
kepala.
Kau sebut dia bajingan...? Silakan. Kau sebut dia kurang
ajar...? Hakmu. Kau sebut dia tak berperasaan...? Mulutmu bebas mengatakan apa
saja. Tetapi, dia tetap saja orang baik di matamu, tak kurang dan tak lebih.
Sikapnya biasa saja dan tak pernah macam-macam padamu. Rasanya, tak ada jejak
dosa yang menapak di tubuhmu karena perlakuannya. Tak ada beban moral yang
ditinggalkannya semenjak hari kepergian itu datang. Sakit hatimu padanya hanya
manifestasi rasa sayang yang mungkin sudah terlanjur dalam, namun seketika saja
tercabut paksa. Siapa yang tak tahu rasanya...?
Bila memang ia tak baik, kenapa tidak kamu maafkan saja lalu
cari yang terbaik menurut versimu...? Oh tidak, ternyata bayangnya masih saja
menaungi kekosongan hatimu. Antara cinta dan benci, hanya ada selaput tipis
yang membatasi, kita sepakati saja itu rindu. Semenjak ia berlalu, belum ada
lagi tempat baru untuk hatimu mengadu.
Sebut saja pada dirimu, kurang baik apa aku...? Ya, boleh saja.
Kurang perhatian apa aku...? Oh, tentu saja. Kurang sayang apa aku...? Seperti
katamu, ya. Dan mungkin masih ada sejuta pertanyaan pembelaan diri lain yang
tentu saja menjadi hak setiap individu. Seperti yang biasa terjadi, kalau kita
semua jatuh miskin, siapa yang kira-kira pertama disalahkan...? Presiden,
kan...? Ya, itu hak prerogatif siapa saja.
Bila memang segala penilaian untuknya jadi negatif buatmu,
silakan saja. Itu hakmu. Maki-maki saja dalam hatimu, sepuasmu, mungkin
sebagian dunia juga harus tahu. Tapi ingat, itu takkan merubahmu untuk jadi
lebih baik, sedikitpun. Juga, bagaimana bila dunia ternyata tak peduli dan tak
berpihak padamu....? Tinggalah dirimu yang menyesali, hingga akhirnya diam, lalu
meratapi apa yang terjadi.
Sudahlah....!!!
Bisa jadi kamu baik, bisa jadi Ia pun baik. Tak ada yang berniat
buruk, begitupun tak ada sesuatu yang benar-benar buruk terjadi. Masih
melodrama yang biasa terjadi di kalangan remaja, tentu juga tak membuat bumi
menjadi kiamat serta-merta. Harimu masih berjalan, esokpun akan menanti.
Mentari dan senja pun masih datang berganti-ganti. Koreksilah dirimu,
barangkali. Terlalu banyak pembelaan diri, takkan pernah mendewasakan pribadi.
Mungkin semua ini karena memang tidak berimbang saja. Kamu tak
mampu mengimbanginya, begitupula Ia padamu. Kamu mungkin mampu membayangkan,
bagaimana suatu hubungan yang melaju menuju ke jenjang yang lebih tinggi namun
tak menemukan keseimbangan...?
Oleng....
Ya, mungkin begitu. Salah satu dari kalian akan memberatkan yang
lain. Frekuensi yang berbeda, yang selama ini terlalu lelah untuk dipaksakan,
pun mungkin saja belum menemukan jalan tengah terbaik yang diinginkan. Siapapun
akan berkorban, tentu saja, entah kamu ataupun dia untuk saling menemukan
jawaban itu. Bersikap mau mengalah itu memang penting, tapi terlalu sering
mengalah itu tentu saja menyakitkan...
Mungkin saja ini jalan terbaik. Pengalaman terhebat untuk
memperingatkan bahwa menjadi sosok yang apa adanya itu penting, tapi senantiasa
menjadi yang terbaik juga utama. Menjadi apa adanya, tetapi tak belajar apa-apa
tentu saja sebuah kebodohan. Tentu, secara harfiah, tak ada orang yang
benar-benar menerima ‘apa adanya’, bukan....? Cetak birunya, kamu mungkin telah
menjadi apa adanya karena anugerah Tuhan yang telah diberikan, tetapi tetap
saja kamu harus menjadi yang terbaik dalam versimu sendiri, belajar dan
berusaha untuk menambah level kemampuanmu, meraih mimpi dan tergetmu, pun
meningkatkan kedewasaan bersikapmu.
Dia baik, kamu pun baik. Hanya saja, kala itu mungkin tak
berimbang. Juga, yang dipaksakan tentu tak bagus, maka sejak ini kamu harus
mempersiapkan yang terbaik untuk kedatangan orang yang terbaik. Tersenyumlah,
lalu mulai perbaiki diri. Suatu saat, kamu harus mampu mengimbangi yang datang
nanti....
Subscribe to:
Posts (Atom)